Tuesday, February 19, 2019

KONSEP HAK

KONSEP HAK
(MAKALAH DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH : FIQIH MUAMALAH
DOSEN : Mukhtar Luthfi



Disusun oleh :
KELOMPOK 3

Ø  SULASTRI                                       (90400114093)
Ø  AGUS RAHMAT                             (90400114107)
Ø  TRY SUTRIANI SUPARDI            (90400114117)
Ø  BURHANUDDIN                             (90400114128)
Ø  NURULITHA SAFITRI                  (90400114136)
  
AKUNTANSI 2014
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hak dan kewajiban adalah sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia . Ketika mereka berhubungan dengan orang lain, maka akan timbul hak dan kewajiban yang akan mengikat keduanya. Dalam jual beli misalnya, ketika kesepakatan telah tercapai, maka akan muncul hak dan kewajiban. Yakni hak pembeli untuk menerima barang, dan kewajiban penjual untuk memberikan barang, serta hak penjual untuk menerima uang dan kewajiban pembeli untuk memberikan uang.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT tidak hanya diperintahkan untuk beribadah kepada Allah semata. Dalam pada itu, manusia juga diberikan tugas oleh Allah SWT untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan hidupnya  di muka bumi. Tugas ini memang tidak mudah, namun Allah SWT telah membuat sebuah sistem yang berfungsi sebagai pedoman dan pengantur bagi manusia untuk memelihara kesejahteraan hidupnya di muka bumi. Sistem ini bernama Din Islam.
Agama Islam merupakan sebuah sistem yang mengatur kehidupan manusia dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sistem ini tidak hanya mengatur tentang hubungan manusia dengan Allah SWT, atau yang sering disebut hubungan vertikal. Namun, lebih dari itu agama islam sebagai sebuah sistem juga mengatur hubungan antar sesama manusia dan seluruh ciptaan Allah SWT, misalnya tumbuhan dan hewan.
Dalam Islam, hubungan antar sesama manusia(hubungan horizontal) di bahas dalam ilmu fiqh ( baca : fiqh muamalat ). Contohnya, tentang konsep hak dalam islam. Para ulama fiqh berbeda pendapat dalam mendefenisikan kata hak . Menurut Ali al-khafif hak adalah  kemaslahatan yang diperoleh secara syara, sedangkan Mustafa Ahmad az-Zarqa’ menyatakan bahwa hak dalah suatu kekhususan yang padanya (hak kekhususan tersebut ) ditetapkan oleh syara’ sebagi suatu kekuasaan. Adapun perbedaan timbul disebabkan oleh pemahaman mereka dalam menafsirkan nash–yang berhubungan dengan hak–berlainan.
Pembahasan seputar konsep hak dalam Islam tidak terlepas dari pembahasan   tentang kepemilikan, ketetapan atau  kekuasaan terhadap harta ataupun bukan harta. Dari pernyataan tersebut timbul dua pertanyaan, pertama apakah benar bahwa hak hanya terbatas pada kekuasaan, kepemilikan atau kekuasaan terhadap sesuatu? Kedua, siapakah sebenarnya pemilik dari hak itu sendiri ? 
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan hak ?
2.      Apa Sajakah Sumber-Sumber Hak ?
3.      Apa Sajakah Macam-Macam Hak ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Asal Usul Hak
Manusia memulai penghidupannya secarabermasyarakat dan belum tumbuh hubungan antara seorang dengan yang lainnya, maka belum ada pula apa yang kita namakan hak. Setiap manusia hidup bermasyarakat,bertolong menolong dalam menghadapi berbagai macam kebutuhanitu, seseorang perlu mencari mencari apa yang dibutuhkannya, dari alam atau milik orang lain. Dari sinilah timbul pertentangan – pertentangan kehendak. Maka untuk memelihara kepentingan masing – masing perlu adanya norma yang mengatur sehingga tidak melanggar hak orang lain.
Fiqih islam telah menetapkan beberapa tata aturan , beberapa hukum, baik yang merupakan dasar maupun yang merupakan cabang dengan cara yang sangat sempurna yang belum pernah dikenal oleh tasyri’- tasyri’ yang lain.
 B.     Pengertian Hak
Hak dan kewajiban adalah sesuatu yang  tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Ketika mereka berhubungan dengan orang lain, maka akan tumbul hak dan kewajiban yang mengikat keduanya. Dalam hal jual beli misalnya, ketika kesepakatan telah tercapai, maka akan muncul hak dan kewajiban. Yakni, hak pembeli untuk menerima barang, dan kewajiban penjual untuk menyerahkan barang. Atau, kewajiban pembeli untuk menyerahkan harga barang (uang), dan hak penjual untuk menerima uang. Dalam konteks ini, akan dibahas segala sesuatu yang terkait dengan hak.
Kata hak berasal dari bahasa Arab 'haqq'  yang memiliki beberapa makna. Di antaranya, hak bermakna 'ketetapan' atau 'kewajiban' hal ini bisa dipahami dari firman Allah dalam QS. Al Anfal:8 atau juga dalam QS. Yunus:35
Secara istilah, hak memiliki beberapa pengertian dari para ahli fiqh. Menurut ulama kontemporer Ali Khofif, hak adalah sebuah kemashlahatan yang boleh dimiliki secara syar'i. Menurut Mustafa Ahmad Zarqa , hak adalah sebuah keistimewaan yang dengannya syara' menetapkan sebuah kewenangan (otoritas) atau sebuah beban (taklif). (Zuhaili, 1989, IV, hal.9)
Dalam definisi ini, hak masuk dalam ranah religi, yakni hak Allah atas hamba-Nya untuk beribadah, seperti shalat, puasa, zakat dan lainnya. Atau juga masuk dalam hak kehidupan madani, seperti hakkepemilikan, atau hak yang bersifat etik, seperti hak untuk ditaati bagi orang tua, hak untuk dipathi seorang isteri bagi seorag suami. Atau juga masuk dalam ranah publik, seperti hak pemerintah untuk dipatuhi rakyatnya, atau hak-hak finansial, seperti hak menerima nafkah, dan lainnya.
Kata kewenangan dalam defiisi di atas, adakalanya berhubungan dengan seseorang, seperti hak untuk dirawat (hadlanah) atau juga berhubungan dengan sesuatu yang definitif, seperti hak kepemilikan. Sedangkan kata 'taklif'adakalanya merupakan sebuah kewajiban atas diri manusia yang bersifat finansial, seperti membayar hutang, atau merealisasikan sebuah tujuan tertentu, seperti seoarang pekerja yang harus menyelesaikan pekerjaannya.
Dalam ajaran islam, hak adalah pemberian ilahi yang disandarkan pada sumber-sumber yang dijadikan sebagai sandaran dalam menentukan hukum-hukum syara'. Dengan demikian, sumber hak adalah kehendak atau ketentuan hukum syara'. tidak akan ditemukan sebuah hak syar'i tanpa adanya dalil syar'i yang mendukungnya.
Dengan demikian, sumber hak adalah Allah SWT, karena tiada hakim selain dia, tiada dzat yang berhak untuk mensyariatkan sesuatu, selain Allah. Tiada syariat yang dijalankan manusia, kecuali syariat-Nya. Untuk itu, manusia memiliki kewajiban untuk menghormati hak orang lain. Di samping itu, pemilik hak harus menggunakan haknya secara proporsional, sehingga tidak menimbulkan kemudlaratan bagi orang lain. 
C.    Antara Hak dan Iltizam
Substansi hak sebagai taklif atau keharusan yang terbebankan pada pihak lain dari sisi penerima dinamakan hak, sedang pelaku disebut iltizam. Secara bahasa, iltizam bermakna keharusan atau kewajiban. Sedangkan secara istilah adalah akibat (ikatan) hukum yang mengharuskan pihak lain berbuat memberikan sesuatu, atau melakukan suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu.
Pihak yang terbebani oleh hak orang lain dinamakan multazim, sedang pemilik hak dinamakan multazam ataushahibul haqq. Antara hak dan iltizam terdapat keterkaitn dalam sebuah hubungan timbal balik antara perbuatan menerima dan memberi. Dari sisi penerima dinamakan hak, dan dari sisi pemberi dinamakan iltizam.
Dalam akad mu'awwadahah (saling menerima dan melepaskan) hak dan iltizam berlaku pada masing-masing pihak. Misalnya dalam akad jual beli, penjual berstatus sebagai multazim sekaligus sebagai shahibul haqq. Demikian juga dengan pembeli. Hal yang sama juga berlaku dalam akad ijarah. Dengan demikian, pihak-pihak yang terlibat dalam akad mu'awwadhah, masing-masing mempunyai haksebagai penyeimbang atas kewajiban yang dibebankan kepadanya, atau masing-masing mempunyai kewajiban sebagai penyeimbang atas hak yang diterimanya.
D.    Sumber-Sumber Hak
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa syariatdan aturan hukum merupakan sumber adanya suatu hak. Keduanya sekaligus merupakan sumber utama iltizam, sedangkan sumber yang lain adalah sebagai berikut;
  • Aqad, yaitu kehendak kedua belah pihak (iradah al'aqidaini) untuk melakukan suatu kesepakatan (perikatan), seperti akad jual beli, sewa-menyewa dan lainnya
  • Iradah al-munfaridah (kehendak sepihak, one side), seperti ketika seseorang mengucapkan sebuah janji atau nadzar
  • Al-fi'lun nafi' (perbuatan yang bermanfaat), misalnya ketika seseorang melihat orang lain dalam kondisi yang sangat membutuhkan bantuan atau pertolongn, maka ia wajib berbuat sesuatu sebatas kemampuannya
  • Al-fi'lu al-dlar (perbuatan yang merugikan), seperti ketika seseorang merusak, melanggar hak atau kepentingan orang lain, maka ia terbebani iltizam atau kewajiban tertentu
Iltizam adakalanya berlaku atas harta benda (al-maal), terhadap hutang (ai-dain) dan terhadap perbuatan (al-fi'il). Iltizam terhadap harta benda harus dipenuhi dengan menyerahkan harta benda kepada shahibull  haqq. Seperti keharusan penjual menyerahkan barang kepada pembeli dan keharusan pembeli menyerahkan harga barang (uang) kepada penjual.
Iltizam terhadap utang, pada prinsipnya harus dipenuhi oleh orang yang berhutang secara langsung. Namun dalam kondisi tertentu, hukum Islam memberikan alternatif lain, yakni mengunakan akad hawwalah atau kafalah. Iltizamatas suatu perbuatan harus dipenuhi melalui perbuatan yang menjadi mahallul iltizam. Seperti kewajiban pekerja dalam akad ijarah, harus dipenuhi dengan melakukan pekerjaan tertentu, dan lainnya (Zuhaili,1989, IV, hal.23)
E.     Macam-Macam Hak
Ulama fiqih mengemukakan bahwa macam-macam hak dilihat dari berbagai segi, yaitu:
1.      Dari Segi Pemilik Hak
a.      Hak Allah
Hak Allah SWT, yaitu seluruh bentuk yang dapat mendekatkan diri kepada Allah mengagungkan-Nya, seperti melalui berbagai macam ibadah, jihad, amar ma’ruf nahi munkar.
Hak Allah tidak bisa dilanggar atau pun digugurkan, tidak bisa ditolerir atau pun dirubah. Hak Allah tidak bisa diwariskan. Ahli waris tidak diwajibkan untuk menanggung ibadah yang ditinggalkan pewaris, kecuali terdapat wasiat, ahli waris juga tidak akan ditanya tentang kejahatan dan dosa pewaris.

b.      Hak Manusia
Hak manusia (haq al-‘ibad), yaitu hak yang  pada hakikatnya untuk memilihara kemaslahatan setiap pribadi manusia. Hak ini ada yang bersifat umum seperti menjaga (menyediakan) sarana kesehatan, menjaga ketentraman, melenyapkan tindakan kekerasan (pidana) dan tindakan-tindakan lain yang dapat merusak tatanan masyarakat pada umumnya.
Kemudian ada lagi hak manusia yang bersifat khusus, seperti menjamin hak milik seseorang, hak isteri mendapatkan nafkah dari suaminya, hak ibu memelihara anaknya, dan hak berusaha (berikhtiar) dan lain-lain yang sifatnya untuk pribadi (individu).
Mengenai hak manusia ini, seseorang boleh menggugurkan haknya, memaafkanya, mengubahnya dan boleh pula mewariskannya kepada ahli waris. Jadi, ada kebebasan berbuat dan bertindak atas dirinya sendiri.

Kemudian hak manusia dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Hak yang dapat digugurkan
Pada dasarnya, seluruh hak yang berkaitan dengan pribadi, bukan yang berkaitan dengan harta benda, (materi) dapat digugurkan.
b.      Hak yang tidakdapat digugurkan
o   Hak yang belum tetap.
o   Hak yang dimiliki seseorang secara pastiberdasarkan atas ketetapan syara’.
o   Hak-hak yang apabila digugurkan berakibat pada perubahan hukum-hukum syara’.
o   Hak-hak yang di dalamnya terdapat hak orang lain.

Kemudian Ulama fiqih juga membagi hak pewarisan. Macam-macam hak waris dalam Islam adalah sebagai berikut:
a.      Hak-hak yang dapat diwariskan
Hak yang dapat diwariskan menurut Ulama Fiqih diantaranya adalah hak-hak yang dimaksudkan sebagai suatu jaminan atau kepercayaan.
b.      Hak-hak yang tidak dapat diwariskan
Mengenai hak-hak yang tidak dapat diwariskan, Ulama fiqih berbeda pendapat. Mahzab Hanafi berpendapat, bahwa hak dan manfaat tidak dapat diwariskan, karena yang dapat diwariskan hanya soal materi (harta benda) saja, sedangkan hak dan manfaat, tidak termasuk materi. Akan tetapi jumhur ulama fiqih berpendapat, bahwa warisan itu tidak hanya materi, hak dan manfaat juga mempunyai nilai sama dengan harta benda.

c.    Hak gabungan antara hak Allah SWT dan hak manusia (al-haq al-musytarak)
Mengenai hak  ini, adakalanya hak Allah yang lebih dominan (lebih berperan) dan adakalanya hak manusia yang lebih dominan. Umpamanya dalam masa ” iddah” terdapat dua hak, yaitu hak Allah terhadap pemeliharaan terhadap nasab janin dari ayahnya, agar tidak bercampur dengan nasab suami kedua. Disamping itu juga terdapat hak manusia, yaitu pemeliharaan terhadap nasab anaknya. Dalam kasus ini, hak Allah lebih dominan, karena pemeliharaan terhadap nasab seseorang merupakan kepentingan setiap orang dan termasuk hak masyarakat. Karena itu hak-hak tersebut tidak dapat dimaafkan digugurkan atau diubah.
Contoh lain ialah menjaga atau melindungi manusia (hidupnya, akalnya, kesehatanya, dan hartanya). Dalam masalah ini ada dua hak, yaitu hak Allah dan hak manusia, tetapi hak Allah lebih dominan, karena manfaat menyeluruh kepada masyarakat banyak.
2.      Dari segi obyek hak
a.      Hak maali
Hak yang berhubungan dengan harta seperti hak penjual terhadap harga barang yang di jualnya dan hak pembeli terhadap barang yang dibelinya.
b.      Hak ghairu maali
Hak-hak yang tidak berkaitan dengan harta benda atau materi seperti hak suami untuk mentalak istrinya karna mandul.
c.       Hak asy-sakhsyi
Hak-hak yang ditetapkan syara’ bagi pribadi berupa kewajiban terhadap orang lain seperti hak penjual untuk menerima harga barang yang dijualnya.
d.      Hak al-aini 
Hak seseorang yang ditetapkan syara’ terhadap suatu dzat sehingga ia memiliki kekuasaan penuh untuk menggunakan dan mengembangkan haknya itu seperti hak memiliki suatu benda.
Hak 'aini terbagi atas 2, yaitu:
1)    Hak kepemilikan
Hak milik atas suatu benda. Seperti pakain yang kita pakai, kita punya hak penuh atas pakaian tersebut.
2)    Hak guna
Hak guna terhadap suatu barang yang bukan milik kita. Seperti buku yang kita pinjam dari teman, maka kita berhak menggunakannya, namun tidak berhak menjualnya kepada orang lain.
e.       Hak mujarrad dan ghairu mujarrad 
Hak mujarrad adalah hak murni yang tidak meninggalkan bekas apabila di gugurkan melalui perdamaian atau pemanfaatan. Hak ghairu mujarrad adalah suatu hak yang apabila diguugurkan atau dimaafkan meninggalkan bekas terhadap orang yang dimaafkan. 

3.      Dari segi kewenangan pengadilan (hakim) terhadap hak tersebut
Dari segi ini ulama fiqih membaginya kepada dua macam:
a.      Hak diyaani (keagamaan)
Hak-hak yang tidak boleh dicampuri atau intervensi oleh kekuasaan kehakiman. Misal dalam persoalan hutang yang tidak dapat dibuktikan oleh pemberi utang, karana tidak cukup alat-alat bukti didepan pengadilan. Sekalipun tidak dapat dibuktikan didepan pengadilan, maka tanggung jawab yang berhutang dihadapan Allah tetap ada dan di tuntut pertanggung jawabannya di akhirat kelak. Oleh sebab itu, bila lepas dari hak kekuasaan kehakiman, seseorang tetap di tuntut di hadapan Allah dan di tuntut hati nuraninya sendiri.

b.      Hak qadhaai
Seluruh hak yang tunduk di bawah aturan kekuasaan kehakiman sepanjang si pemilik hak tersebut mampu dan membuktikan haknya di depan pengadilan.
Selain unsur lahiriyah. yakni perbuatan, unsur batiniyyah seperti niat dan esensi (hakikat) merupakan unsur penting dalam hak diyani. Sedangkan dalam hak qadlai semata dibangun berdasarkan kenyataan lahiriyah dengan mengabaikan unsur niat dan hakikat suatu perbuatan.
Seorang suami yang menjatuhkan talak terhadap isterinya secara ceroboh (khoto') dan tidak dimaksudkan secara sungguh-sungguh untuk menceraikannya, seorang hakim wajib memvonis hukum talak berdasarkan unsur lahiriyah. Yang demikian hukum qadlai. Sedang hukum diyani bisa jadi tidak jatuh talaknya, karena tidak ada niat mentalak. Oleh karena itu seseorang tidak diperkenankan bermain-main dengan kedua hak ini.
  
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam ajaran islam, hak adalah pemberian illahi yang disandarkan pada sumber-sumber yang dijadikan sebagai sandaran dalam menentukan hukum-hukum syara’.
Sumber hak adalah Allah SWT karena tiada hak selain dia. Tiada dzat yang berhak mensyari’atkan sesuatu selain Allah. Tiada syari’at yang dijalankan manusia kecuali syari’atnya.
Berlebih-lebihan dalam menggunakan hak dilarang oleh Allah SWT, karena hak yang dimiliki manusia bukanlah hak mutlak namun hak yang bertanggung jawab, serta hak yang kekal hanyalah milik Allah SWT.
  
DAFTAR PUSTAKA
Alimin, Muhammad. 2000. Etika dan Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi      Islam. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Anonim. 2011. Teori Hak. http://fiqhmuamalah924.blogspot.co.id/2011/02/teori-   hak.html, diakses 22 April 2016.
Antonio, Muhammad Syarif , LPPM-Tazkia 2007, Pengantar Fiqh Muamalah.
Ash- Shiddieqy, Hasbi. 2009. Pengantar Fiqih Muamalah. Semarang: Pustaka       Rizki Putra.
Hadi, Sholikul. 2011. Fiqih muamalah. Kudus: Nusa Media Enterprise.

Hasan, M. Ali. 2003. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

1 comment:

  1. ayo segera bergabung dengan kami hanya dengan minimal deposit 20.000
    dapatkan bonus rollingan dana refferal ditunggu apa lagi
    segera bergabung dengan kami di i*o*n*n*q*q

    ReplyDelete