1.
Jelaskan
proses hijrahnya Rasulullah saw.
Jawaban:
Sebab-sebab Hijrah Nabi Mihammad SAW
Perlawanan kaum quraisy yang
semakin meningkat dan penyiksaan yang semakin kejam terhadap pengikut-pengikut
Nabi Muhammad SAW mendorong beliau untuk memerintahkan kaum muslimin berangkat
ke negeri Habsyi. Pilihan Nabi Muhammad SAW jatuh kepada negeri Habsyi
didasarkan atas pengetahuannya sendiri bahwa al-Najasyi (Negus) yang berkuasa
di negeri tersebut adalah orang yang adil lagi bijaksana dan orang Quraisy
tidak punya pengaruh yang besar di negeri tersebut.
Hijrah yang pertama dalam
sejarah Islam ditandai dengan berangkatnya sepuluh orang laki-laki dan empat
orang perempuan ke negeri Habsyi. Peristiwa ini terjadi pada tahun 615 M dan
mengandung pengertian perpindahan dari dar al harbi ke dar al
amni. Pemberangkatan pertama yang berhasil itu menyebabkan
pengikut-pengikut Nabi Muhammad yang lain menyusul sehingga jumlahnya mencapai
83 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Mungkin karena peningkatan jumlah
yang berhijrah ini, sehingga sebagian sejarawan muslim berpendapat bahwa hijrah
ke Habsyi dilakukan sebanyak dua kali.
Nafsu kaum Quraisy Mekah untuk
mematahkan semangat perjuangan nabi Muhammad SAW sangat besar, sehingga mereka
mengutus Amr b. Ash dan Amr b. al-Walid untuk memohon kepada al-Najasyi agar
pelarian dari Mekah itu dikembalikan dengan alasan bahwa mereka adalah pengacau
agama dan perusak kekeluargaan serta kehormatan Quraisy. Oleh karena semua
tuduhan yang dikemukakan oleh orang-orang Quraisy tidak terbukti maka
permohonan mereka ditolak dan orang-orang Islam tetap diizinkan untuk tinggal
di Habsyi dengan jaminan keamanan. Akhirnya mereka kembali dari Habsyi dengan
rasa kecewa. Penolakan tersebut menyebabkan kaum Quraisy memboikot Bani Hasyim
dan Bani Abdul al-Muthalib selama tiga tahun di lembah Bani Tsaqif.
Bertahun-tahun Nabi Muhammad SAW
menyerukan Islam di Mekah, tetapi hasil yang dicapai sangat minim dan tidak
seimbang dengan tenaga serta pengorbanan yang telah diberikan. Pikiran-pikiran
Nabi yang dinamis terasa buntu berhadapan dengan masyarakat yang tradisionil,
kaku, dan statis. Partner tercinta Nabi Muhammad SAW yakni isterinya Khadijah
dan pelindungnya yang disegani kaum Quraisy yaitu pamannya Abu Thalib telah
berpulang ke rahmatullah dalam waktu yang hamper bersamaan. Kehilangan kedua
orang tersebut merupakan problem baru Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan
da’wah islamiyah di Mekah. Nabi Muhammad mencoba berkunjung ke Thaif. Penguasa
di negeri itu adalah keturunan Tsaqif yang masih kerabat dekatnya. Keturunan
Tsaqif yang berkuasa bergelar Kinanah, bergelar Abu Jalil, Mas’ud yang bergelar
Abul Kulal dan Habib. Ketiganya adalah anak dari Amr b. Umair b. Auf
al-Tsaqafi. Nabi Muhammad SAW memasuki Thaif disertai oleh Zaid b. Harist. Nabi
Muhammad memasuki perkampungan orang-orang Thaif dan memperkenalkan islam
kepada mereka. Nabi Muhammad mengajak orang-orang Thaif seperti beliau mengajak
orang-orang di Mekah. Ajakan Nabi Muhammad membuat orang-orang Thaif marah dan
mengusir mereka serta melemparinya dengan batu. Harapan Nabi Muhammad terhadap
Thaif tidak terpenuhi. Namun perlakuan mereka yang kejam terhadap dirinya
dimaafkannya. Nabi Muhammad mendoakan mereka supaya mereka diampuni oleh Allah
dan dapat memberikan hidayah kepada kaumnya itu. Nabi Muhammad yakin penduduk
Thaif belum memahami hakekat ajaran-ajaran yang dibawanya. Nabi Muhammad
kembali ke mekah dalam keadaan sedih. Di Mekah Nabi Muhammad selalu berfikir
daerah mana yang cocok untuk menyiarkan Islam selain Mekah.
Suatu peristiwa amat penting
juga telah terjadi pada diri Nabi Muhammad SAW semasih berada di Mekah.
Peristiwa tersebut dikenal dalam ejarah islam dengan Isra’ Mi’raj. Peristiwa
itu terjadi setahun sebelum hijrah tepatnya 27 Rajab 621 M. Pada peristiwa ini
Allah SWT memperlihatkan tanda-tanda keagungan dan kekuasaan-Nya sebagai
hiburan untuk Nabi Muhammad yang sedang dirundung keseduhan. Peristiwa ini
memberikan pelajaran yang sanagt berharga kepada Nabi Muhammad. Selain itu, dia
juga menerima perintah untuk melaksanakan sholat 5 waktu dalam sehari semalam.
Rupanya, peristiwa ini menjadi
koreksi bagi umat islam yang beriman. Siapa yang beriman dengan mantap dan
siapa saja yang rapuh imannya. Terbukti setelah Nabi Muhammad menyampaikan
peristiwa Isra’ Mi’raj ada diantara para pengikutnya yang murtad. Sementara ada
pula yang semakin mantap dank arena kecintaannya kepada Nabi Muhammad mereka
berani melakukan Hijrah ke daerah yang dianggap lebih aman.
Persiapan untuk mengembangkan
Islam di Yastrib memasuki tahap permulaan. Dalam keadaan sedih karena perlakuan
orang-orang Quraisy serta kehilangan orang-orang yang dicintainya Nabi Muhammad
sempat mendapatkan usaha udara baru dari Yatrib. Pada tahun 620 M Nabi Muhammad
sempat bertemu 6 orang Yastrib dari kabilah Khazraj yang berziarah ke Mekah.
Dalam pertemuannya tersebut Nabi menyeru kepada mereka untuk ke agama Allah dan
mereka menyambut dengan baik serta menyatakan masuk Islam pada saat itu juga.
Orang-orang Yatrib yang telah menyatakan keislamannya di Mekah memberitahukan
apa yang disaksikannya kepada masyarakat Yastrib. Kedatangan Nabi Muhammad
sebagai utusan Allah untuk mengajak manusia menyembah Allah dan menghentikan
perselisihan diantara sesame manusia. Hal ini bertepatan sekali dengan
permasalahan yang dihadapai masyrakat Yastrib yaitu perselisihan antara Bani
Aus dan Bani Khazraj. Karena itu, mereka menyambut Islam dengan suka cita
dengan harapan suku yang sudah 15 tahun berseteru tersebut dapat berdamai.
Pada tahun 621 M orang-orang
muslim Yastrib mendatangi Nabi Muhammad beserta 6 orang temannya yang lain
sebagai utusan dari kabilah Khazraj dan Aus. Keenam orang tersebut menyatakan
keislamannya di tempat yang bernama Aqabah. Peristiwa pengislaman orang-orang
Yastrib ini juga diikuti perjanjian kesetiaan mereka kepada agama Allah.
Perjanjian itu dikenal dengan perjanjian Aqabah pertama. Diantara orang yang
menyatakan keislamannya terdapat seorang wanita yang bernama Afrah binti Abid
bin Tsa’labah.
Ubadah bin Samit, salah seorang
peserta perjanjian menceritakan materi perjanjian sebagai berikut “kami tidak
akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain, kami tiada akan mencuri,
kami tiada kan berzina, kami tiada akan membunuh anak-anak kami, tiada akan fitnah
memfitnah, dan tiada akan mendurhakai Nabi Muhammad pada sesuatu yang tidak
kami kehendaki”[1].
Perkembangan selanjutnya lebih
menambah keyakinan Nabi Muhammad SAW akan bahwa orang Yastrib
bersungguh-sungguh terhadap Islam. Mereka datang kembali pada 622 M dengan
maksud mengadakan perjanjian Aqabah 2 sekaligus mengundang beliau untuk
berhijrah ke Yastrib. Dibanding perjanjian yang pertama, perjanjian ini mempunyai
ciri tersendiri. Perjanjian Aqabah 2 diikuti 75 orang dari Yastrib dan Nabi
didampingi pamannya yang bernama Hamzah. Isi perjanjian kesetiaan yang
diucapkan tidak jauh berbeda dengan isi perjanjian kesetiaan yang sebelumnya.
Namun yang menarik dari perjanjian ini adalah peserta yang memeluk agama islam
emakin banyak. Dalam dua kali perjanjian yang terjadi, Nabi mendapatkan kesan
bahwa Islam telah siap berkembang pesat di Yastrib. Fakta ini membuat Nabi
Muhammad SAW memerintahkan para pengikutnya untuk hijrah ke Yastrib dengan
sembunyi-sembunyi. Sementara pengikut-pengikutnya meninggalkan Mekah, Nabi
Muhammad bertahan di Mekah bersama Abu Bakar dan Ali b. Abi Thalib. Perpindahan
kaum muslimin secara sembunyi-sembunyi akhirnya diketahui oleh kaum Quraisy
karena kosongnya beberapa bagian kota Mekah dari kehidupan.
Nabi Muhammad hanya mengabdikan
dirinya untuk agama Allah. Setelah Nabi Muhammad melihat pengikutnya sudah
tidak ada di tanah Mekah, maka Nabi Muhammad SAW meninggalkan Mekah di
tengah-tengah kesibukan dan seriusnya orang Quraisy untuk membunuh dirinya.
Kaum Quraisy melakukan dan merencanakan hal itu karena takut Nabi Muhammad
dapat bergabung dengan pengikutnya di Yastrib. Nabi Muhammad meninggalkan Mekah
pada waktu malam dan melalui ujian-ujian berat. Setelah melalui beberapa ujian
akhirnya atas izin Allah Nabi Muhammad SAW sampai di Yastrib.
Pada dasarnya, Nabi Muhammad
hijrah dari Mekah menuju Yastrib merupakan perintah dari Allah SWT tetapi juga
terjadi sebab alamiah lainnya. Adapun sebab alamiahnya adalah semakin kejamnya
perlakuan kafir Quraisy terhadap kaum muslimin yang ada di Mekah, kaum muslimin
yang ada di Mekah selalu dimusuhi, undangan kaum Khazraj dan Aus supaya Nabi
Muhammad hijrah ke Mekah, dan Islam tidak berkembang di Mekah. Dari beberapa
alasan tersebut, alasan yang menjadi pertimbangan Nabi Muhammad adalah Undangan
dari kabilah Khazraj dan kabilah Aus yang sudah lama berseteru untuk
mendamaikan mereka.
Proses Hijrah
Kaum Quraisy berencana untuk
membunuh Nabi Muhammad SAW pada malam hari. Hal ini direncanakan karena
ketakutan orang Quraisy akan hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Yastrib untuk
memperkuat diri di sana. Semua rencana yang digendakan oleh orang Quraisy
dengan izin Allah terdengar oleh Nabi Muhammad SAW sehingga dia dapat
mempersiapkan segala sesuatu yang seharusnya dilakukan dengan lebih dini.
Memang tidak ada orang yang menyangsikan bahwa Nabi Muhammad SAW menggunakan
kesempatan itu untuk hijrah tetapi karena begitu kuatnya dia menyimpan rahasia
sehingga tidak ada seorangpun yang mengetahui, sekalipun itu Abu Bakr. Ketika
dia sudah mengetahui keadaan Quraisy dan kaum Muslimin sudah tidak ada lagi
yang tinggal kecuali sebagian kecil Nabi Muhammad berkeinginan untuk hijrah ke
Yastrib. Dalam dia menantikan perintah Tuhan yang mewahyukan kepadanya supaya
hijrah, ketika itulah ia pergi ke rumah Abu Bakr dan memberitahukan, bahwa
Allah telah mengijinkan dia hijrah. Kemudian Nabi Muhammad SAW meminta Abu Bakr
untuk menemaninya dalam hijrahnya, yang kemudian diterima baik oleh Abu Bakr.
Di sinilah dimulainya kisah yang
paling cemerlang dan indah yang pernah dikenal manusia dalam sejarah pengejaran
yang penuh bahaya, demi kebenaran, keyakinan dan iman. Sebelum peristiwa itu
Abu Bakr memang sudah menyiapkan dua ekor untanya yang diserahkan
pemeliharaannya kepada Abdullah bin Uraiqiz sampai nanti tiba waktunya
diperlukan. Tatkala kedua orang itu sudah siap-siap meninggalkan Mekah mereka
sudah yakin sekali, bahwa Quraisy pasti membuntuti mereka. Oleh karena itu,
Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk menempuh jalan lain dari yang biasa, juga
akan berangkat bukan pada waktu yang biasa.
Ali di Tempat Tidur Nabi
Pemuda-pemuda yang sudah
disiapkan Quraisy untuk membunuhnya malam itu sudah mengepung rumahnya, karena
dikhawatirkan dia akan lari. Pada malam akan hijrah itu pula Nabi Muhammad SAW
membisikkan kepada Ali bin Abi Talib supaya memakai mantelnya yang hijau dari
Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya. Dimintanya supaya
sepeninggalnya nanti dia tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang
amanat orang yang dititipkan kepadanya. Sekalipun dalam kepungan para pemuda
Quraisy, atas izin Allah Nabi Muhammad SAW berhasil keluar dari rumahnya dengan
menaburkan pasir ke muka para pemuda Quraisy yang sedang mengepung rumah beliau
seraya berkata: “alangkah kejinya mukamu”. Tidak lama setelah Nabi Muhammad
meninggalkan rumahnya, para pemuda yang sudah disiapkan kaum Quraisy, dari
sebuah celah mengintip ke tempat tidur Nabi Muhammad. Mereka melihat ada
sesosok tubuh di tempat tidur itu dan mereka puas karena beranggapan bahwa Nabi
Muhammad belum lari. Mereka semua tidak mengetahui kalau Nabi Muhammad telah
keluar dari rumahnya dan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib di tempat tidurnya.
Para pemuda Quraisy akhirnya masuk ke rumah beliau dengan penuh nafsu untuk
membunuh tetapi mereka hanya mendapatkan Ali bin Abi Thalib yang sedang tidur.
Mereka kecewa dan tidak percaya dengan segala hal yang terjadi. Hal ini terjadi
hanya karena pertolongan Allah.
Di Gua Tsur
Menjelang larut malam waktu itu,
dengan tidak setahu mereka Nabi Muhammad SAW sudah keluar menuju ke rumah Abu
Bakr. Kedua orang itu kemudian keluar dari jendela pintu belakang, dan terus
bertolak ke arah selatan menuju gua Tsur. Jalan yang ditempuh oleh mereka
berdua adalah jalan yang tidak mungkin dilewati manusia. Hal ini dilakukan
supaya para pemuda Quraisy yang mengejar tidak berfikiran untuk mengejarnya
melalui jalan itu. Pada waktu itu tujuan kedua orang itu melalui jalan sebelah
kanan. Jalan sebelah kanan merupaka jalan yang tidak mungkin ditempuh manusia
karena banyaknya tebing yang ada.
Tiada seorang yang mengetahui
tempat persembunyian mereka dalam gua itu selain Abdullah bin Abu Bakr, kedua
orang puterinya Aisyah dan Asma, dan pembantu mereka ‘Amir bin Fuhaira. Tugas
Abdullah sehari-hari berada di tengah-tengah Quraisy sambil mendengar-dengarkan
permufakatan mereka terhadap Nabi Muhammad SAW dan pada malam harinya
disampaikannya kepada Nabi Muhammad SAW beserta ayahnya. Amir hanya bertugas
menggembalakan kambing Abu Bakr dan ketika menjelang sore diistirahatkan,
kemudian mereka memerah susu dan menyiapkan daging. Apabila Abdullah bin Abu
Bakr keluar kembali dari tempat mereka maka datang Amir yang mengikutinya
dengan kambingnya guna menghapus jejaknya.
Kedua orang itu tinggal dalam
gua selama tiga hari. Sementara itu pihak Quraisy berusaha sungguh-sungguh
mencari mereka tanpa mengenal lelah. Betapa tidak. mereka melihat bahaya sangat
mengancam kalau mereka tidak berhasil menyusul Nabi Muhammad dan mencegahnya
berhubungan dengan pihak Yatsrib. Selama kedua orang itu berada dalam gua,
tiada hentinya Nabi Muhammad SAW menyebut Nama Allah. Kepada-Nya dia
menyerahkan nasibnya dan kepada-Nya pula segala persoalan akan kembali. Abu
Bakr memasang telinga dengan benar-benar ketika berada di dalam gua. Ia ingin
mengetahui adakah orang-orang yang sedang mengikuti jejak mereka itu berhasil.
Pemuda-pemuda Quraisy datang.
Mereka membawa pedang dan tongkat sambil mondar-mandir mencari ke segenap
penjuru. Tidak jauh dari gua Tsur, mereka bertemu dengan seorang penggembala,
kemudian bertanya. Apakah kalian melihat Muhammad? penggembala itu pun
menjawab, “Mungkin saja mereka dalam gua itu, tetapi saya tidak melihat ada
orang yang menuju ke sana.”
Ketika mendengar jawaban gembala
itu Abu Bakr keringatan. Abu Bakr khawatir jika para pemuda Quraisy akan
menyerbu ke dalam gua. Dia menahan napas, tidak bergerak, dan hanya menyerahkan
nasibnya kepada Allah. Kemudian orang-orang Quraisy datang menaiki gua itu,
tetapi kemudian ada yang turun lagi. “Kenapa kau tidak menjenguk ke dalam gua?”
tanya kawan-kawannya. Sebagian dari mereka menjawab “Ada sarang laba-laba di
tempat itu, yang memang sudah ada sejak sebelum Muhammad lahir,” jawabnya. Jadi
tidak mungkin mereka berada di situ. Nabi Muhammad SAW makin sungguh-sungguh
berdoa dan Abu Bakr makin ketakutan. Ia merapatkan diri kepada kawannya itu dan
Muhammad berbisik di telinganya: “Jangan bersedih hati, Allah bersama kita.”
Sarang laba-laba, dua ekor
burung dara dan pohon merupakan mu’jizat yang diceritakan oleh buku-buku
sejarah hidup Nabi mengenai masalah persembunyian dalam gua Tsur itu. Padahal
semua itu sebelumnya tidak ada tetapi setelah Nabi Muhammad dan Abu Bakr berada
didalam atas izin Allah semuanya terjadi. Sehubungan dengan mujizat ini Dermenghem
mengatakan: “Tiga peristiwa itu sajalah mujizat yang diceritakan oleh sejarah
Islam yang benar-benar: sarang laba-laba, hinggapnya burung dara dan tumbuhnya
pohon-pohonan. Dan ketiga keajaiban ini setiap hari persamaannya selalu ada di
muka bumi[2].”
Banyak ahli sejarah menyebutkan
bahwa “Mereka berdua menuju ke sebuah gua di Gunung Tsur, sebuah gunung di
bawah Mekah kemudian masuk ke dalamnya. Abu Bakr meminta anaknya Abdullah
supaya mendengar-dengarkan apa yang dikatakan orang tentang mereka itu siang
hari, kemudian sorenya supaya kembali membawakan berita yang terjadi hari itu.
Amir b. Fuhaira menggembalakan kambingnya siang hari dan diistirahatkan kembali
bila sorenya dia kembali ke dalam gua untuk menghilangkan jejak Abdullah b. Abu
Bakr. Ketika hari sudah sore Asma datang membawakan makanan yang cocok buat
mereka Rasulullah SAW dan ayahnya. Seperti itulah para ahli sejarah
menggambarkan keadaan Nabi Muhammad dan Abu Bakr ketika mereka berada di gua
Tsur.
Pengejaran Quraisy terhadap
Muhammad untuk dibunuh itu serta tentang cerita gua ini datanglah firman Allah:
“Ingatlah tatkala orang-orang kafir (Quraisy) itu berkomplot membuat rencana
terhadap kau, hendak menangkap kau, atau membunuh kau, atau mengusir kau.
Mereka membuat rencana dan Allah membuat rencana pula. Allah adalah Perencana
terbaik.
“Kalau kamu tak dapat
menolongnya, maka Allah juga Yang telah menolongnya tatkala dia diusir oleh
orang-orang kafir (Quraisy). Dia salah seorang dari dua orang itu, ketika
keduanya berada dalam gua. Waktu itu dia berkata kepada temannya itu: ‘Jangan
bersedih hati, Tuhan bersama kita!’ Maka Tuhan lalu memberikan ketenangan
kepadanya dan dikuatkanNya dengan pasukan yang tidak kamu lihat. Dan Allah
menjadikan seruan orang-orang kafir itu juga yang rendah dan kalam Allah itulah
yang tinggi. Dan Allah Maha Kuasa dan Bijaksana.”
Berangkat Ke Yastrib
Pada hari ketiga, mereka berdua
sudah mengetahui bahwa situasi sudah tenang kembali mengenai diri mereka. Orang
yang disewa sebagai penunjuk jalan datang membawakan unta kedua orang itu serta
untanya sendiri. Asma puteri Abu Bakr juga datang membawakan makanan. Oleh
karena ketika mereka akan berangkat tidak ada sesuatu yang dapat dipakai
menggantungkan makanan dan minuman pada pelana barang, Asma, merobek ikat
pinggangnya lalu sebelahnya dipakai menggantungkan makanan dan yang sebelah
lagi diikatkan. Karena itulah dia diberi nama “dhat’n-nitaqain” (yang bersabuk
dua).
Mereka berangkat dan melanjutkan
perjalanan dengan perbekalan yang diberikan oleh putrinya. Karena mereka
mengetahui pihak Quraisy sangat gigih dan hati-hati sekali membuntuti mereka
maka dalam perjalanan ke Yatsrib Nabi Muhammad dan Abu Bakr mengambil jalan yang
tidak pernah dilalui manusia. Abdullah b. Uraiqit dari Banu Du’il sebagai
penunjuk jalan, membawa mereka hati-hati sekali ke arah selatan di bawahan
Mekah, kemudian menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah. Oleh karena mereka
melalui jalan yang tidak biasa ditempuh orang, penunjuk jalan membawa mereka ke
sebelah utara di seberang pantai itu, dengan agak menjauhinya, mengambil jalan
yang paling sedikit dilalui orang.
Kedua orang itu beserta penunjuk
jalannya sepanjang malam dan di waktu siang berada di atas kendaraan. Tidak
lagi mereka pedulikan kesulitan dan rasa lelah. Mereka hanya percaya bahwa
Allah akan menolong mereka.
Cerita Suraqa B. Ju’syum
Orang Quraisy mengadakan
sayembara bagi siapa saja yang dapat mengembalikan mereka berdua atau dapat
menunjukkan tempat mereka maka hadiah dan kehormatan menantinya. Wajar sekali
hal ini menarik hati masyarakat pada waktu itu. Tidak lama setelah sayembara
diadakan, tersiar kabar bahwa ada seseorang yang melihat serombongan dengan
tiga unta. Ternyata dugaan mereka tidak meleset dan mereka adalah mangsa yang
selama ini mereka cari. Waktu itu Suraqa b. Malik b. Ju’syum hadir dan
mengatakan mungkin mereka keluarga si fulan dengan maksud mengelabui orang itu,
sebab dia sendiri ingin memperoleh hadiah seratus ekor unta. Tidak lama
kemudian Suraqa b. Ju’yum mendatangi tempat yang dimaksud dan dia menemukan
Nabi Muhammad beserta kedua temannya sedang beristirahat di bawah naungan
sebuah batu besar embari menyantap bekal yang diberikan oleh asma, putri Abu
bakr. Pada saat itu, kekuasaan Allah ditunjukkan. Setiap kali Suraqa b. Ju’syum
mendekati rombongan Nabi Muhammad kudanya selalu tersungkur. Hal itu berulang
sampai empat kali. Suraqa yang percaya kepada dewa berfikir bahwa itu adalah
pertanda buruk sehingga dia mengurungkan niatnya dan kembali ke Mekah dengan
membawa pesan tertulis yang ditulis Abu Bakr. Surat itu berisi supaya jika ada
yang ingin mengejar muhajir besar itu untuk dikaburkan.
Muhammad dan kawannya itu kini
berangkat lagi melalui pedalaman Tihama dalam panas terik yang dibakar oleh
pasir Sahara. Mereka melintasi batu-batu karang dan lembah-lembah curam. Mereka
tidak mendapatkan sesuatu yang akan menaungi diri mereka dari letupan panas
tengah hari, tak ada keamanan dari apa yang mereka takuti atau dari yang akan
menyerbu mereka tiba-tiba, selain dari ketabahan hati dan iman yang begitu
mendalam kepada Tuhan.
Selama tujuh hari terus-menerus
mereka berjalan. Mereka hanya beristirahat di bawah panas membara musim kemarau
dan berjalan lagi sepanjang malam mengarungi lautan padang pasir. Hanya karena
adanya ketenangan hati kepada Allah dan adanya kedip bintang-bintang yang
berkilauan dalam gelap malam itu, membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih
aman. Mereka selalu yakin jika allah akan selalu bersama mereka.
Muslimin Yastrib Menantikan Kedatangan Rasul
Jarak mereka dengan Yastrib kini
sudah dekat sekali.
Selama mereka dalam perjalanan
yang sungguh meletihkan itu, berita-berita tentang hijrah Nabi Muhammad dan
sahabatnya sudah tersiar di Yastrib. Penduduk kota sudah mengetahui betapa
kedua orang ini mengalami kekerasan dari kaum Quraisy yang terus-menerus
membuntuti. Oleh karena itu, semua kaum Muslimin tetap tinggal di tempat itu
menantikan kedatangan Rasulullah dengan hati penuh rindu ingin melihatnya, ingin
mendengarkan tutur katanya. Banyak di antara mereka yang belum pernah
melihatnya meskipun sudah mendengar tentang keadaannya dan mengetahui pesona
bahasanya serta keteguhan pendiriannya. Semua itu membuat mereka semakin rindu
ingin bertemu. Orangpun sudah akan dapat mengira-ngirakan, betapa dalamnya hati
mereka itu terangsang tatkala mengetahui, bahwa orang-orang terkemuka Yatsrib
yang sebelum itu belum pernah melihat Nabi Muhammad sudah menjadi pengikutnya
hanya karena mendengar dari sahabat-sahabatnya saja.
Muhammad Memasuki Medinah
Sementara kaum Muslimin Yastrib
menunggu kedatangan Nabi Muhammad, tiba-tiba datang seorang Yahudi yang sudah
mengetahui apa yang sedang mereka lakukan itu berteriak kepada mereka (muslim
Yastrib). “Hai, Banu Qaila ini dia kawan kamu datang!”. Nabi Muhammad sampai di
Yastrib pada hari Jum’at. Nabi Muhammad pun melakukan shalat jum’at di Yastrib.
Masjid yang terletak di perut Wadi Ranuna menjadi saki akan kedatangan Nabi
Muhammad beserta sahabatnya. Kaum Muslimin dating dan masing-masing berusaha
ingin melihat serta mendekatinya. Mereka ingin memuaskan hati terhadap orang
yang selama ini belum pernah mereka lihat, hati yang sudah penuh cinta dan
rangkuman iman, dan yang selalu namanya disebut pada setiap kali sembahyang.
Orang-orang terkemuka di Madinah
menawarkan diri supaya dia tinggal di rumah mereka dengan segala persediaan dan
persiapan yang ada. Tetapi dia meminta maaf kepada mereka dan kembali ke atas
unta betinanya sembari memasangkan tali keluan pada untanya. Kemudian dia
berangkat melalui jalan-jalan di Yastrib, di tengah-tengah kaum Muslimin yang
ramai menyambutnya dan memberikan jalan sepanjang jalan yang diliwatinya itu.
Seluruh penduduk Yastrib, baik Yahudi maupun orang-orang Pagan menyaksikan
adanya hidup baru yang bersemarak dalam kota mereka. Mereka menyaksikan
kehadiran seorang pendatang baru, orang besar yang telah mempersatukan Aus dan
Khazraj, yang selama 15 tahun bermusuhan dan berperang. Tidak pernah terlintas
dalam pikiran mereka – pada saat ini, saat transisi sejarah yang akan
menentukan tujuannya – akan memberikan kemegahan dan kebesaran bagi kota mereka
selama sejarah ini berkembang.
Disela-sela berbagai permintaan
untuk tinggal, Nabi Muhammad berpikir untuk adil sehingga dia membiarkan
untanya itu berjalan kemana yang dia inginkan. Sesampainya di sebuah tempat
penjemuran kurma, kepunyaan dua orang anak yatim dari Banu’n-Najjar, unta itu
berhenti. Pada saat itulah Nabi Muhammad turun dari untanya dan bertanya:
“Kepunyaan siapa tempat ini?” tanyanya. Mereka pun menjawab “Kepunyaan Sahl dan
Suhail b. ‘Amr,” jawab Ma’adh b. ‘Afra’. Dia adalah wali kedua anak yatim itu.
Fakta ini membuat kaum muslimin Yastrib terkagum-kagum dengan keadilan-Nya.
Setelah berincang-bincang Nabi Muhammad SAW meminta supaya di tempat untanya
berhenti itu didirikan masjid dan tempat tinggalnya.
2.
Sebutkan
penyebab runtuhnya Daulah/Dinasti Umayyah I
Jawaban:
Sehebat-hebatnya sebuah kekuasaan politik, pada akhirnya akan
mengalami kemunduran atau kehancuran. Kehebatan Dinasti Umayyah hanya bisa
dirasakan sampai khalifah Umar ibn Abul Aziz. Setelah pemerintahannya,
kekuasaan Dinasti Umayyah semakin surut dan kemudian hancur pada masa raja
terakhir, Marwan II, setelah direbut oleh para pemegang bendera hitam, yaitu
koalisi antara bani Abbasiyah, Syiah, dan kelompok Khurasan. Maka berkakhirlah
masa pemerintahan Dinasti Umayyah jilid I selama lebih murang 90 tahun. Kelak
salah satu keluarga Dinasti Umayyah yang lolos dari pengejaran kelompok Bani
Abbasiyah akan mendirikan Dinasti Umayyah jilid II.
Nama-nama Khalifah Bani Umayyah I:
1. Muawiyyah bin Abi Sufyan (tahun
40-64 H/661-680 M)
2. Yazid bin Muawiyah (tahun 61-64
H/680-683 M)
3. Muawiyah bin Yazid (tahun 64-65
H/683-684 M)
4. Marwan bin Hakam (tahun 65-66
H/684-685 M)
5. Abdul Malik bin Marwan (tahun 66-86
H/685-705 M)
6. Walid bin ‘Abdul Malik (tahun 86-97
H/705-715 M)
7. Sulaiman bin ‘Abdul Malik (tahun
97-99 H/715-717 M)
8. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (tahun 99-102
H/717-720 M)
9. Yazid bin ‘Abdul Malik (tahun
102-106 H/720-724M)
10. Hisyam bin Abdul Malik (tahun
106-126 H/724-743 M)
11. Walid bin Yazid (tahun 126 H/744 M)
12. Yazid bin Walid (tahun 127 H/744 M)
13. Ibrahim bin Walid (tahun 127 H/744
M)
14.
14.Marwan bin Muhammad (tahun
127-133 H/744-750 M)
Dinasti Bani Umayah mengalami masa kemunduran, di tandai
dengan melemahnya system politik dan kekuasaan karena banyak persoalan yang
dihadapi para penguasa dinasti ini. Di antaranya adalah masalah politik,
ekonomi, dn sebagainya.
Seperti diketahui bahwa setelah
Khalifah Hisyam bin Abdul Malik, para khalifah Bani Umayah tidak ada yang dapat
di andalkan untuk mengendalikan pemerintahan dan keamanan denga baik. Selain
itu mereka juga tidak dapay mengatasi pemberontakan di dalam negeri secara
tuntas. Bahkan mereka tidak mampu lagi menjaga keutuhan dan persatuan di
kalangan keluarga Bani Umayah Sehingga sering terjadi pertikaian di dalam rumah
tangga istana. Penyebabnya adalah perebutan kekuasaan. Siapa yang akan
menggantikan kedudukan khalifah dan seterusnya.
Setelah sekian lama mengalami
masa-masa kemunduran akhirnya dinasti umayah benar-benar mengalami kehancuran
atu keruntuhan. Keruntuhan ini terjadi pada masa pemerintahan Marwan bin
Muhammad setelah memerintah lebih kurang 46 tahun. (744-750 M).
Dalam peristiwa itu, salah seorang
pewaris tahta kekhalifahan Umayah, yaitu Abdurrahman yang baru berusia 20
tahun, berhasil melarikan diri kedaratan Spanyol. Tokah inilah yang kemudian
berhasil menyusun kembali kekuatan Bani Umayah diseberang lautan yaitu di
keamiran Cordova. Disana dia berhasil mengembalikan kejayaan kekhalifahan Umayah
dengan nama kekhalifahan Andalusia.
Ada juga beberapa faktor yang
menyebabkan dinasti Bani Umayah lemah dan membawanya pada kehancuran.
Faktor-faktor itu ialah:
1. System penggantian khalifah melalui
garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih
menekankan aspek senioritas. Pengatutrannya tidak jelas. Ketidakjelasan system
enggantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat
dikalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya dinasti
Umayah tidak bias dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi dimasa
Ali.
3. Pada masa bani Umayah, pertentangan
etnis antara suku Arabia (Bani Qays) dan Arabia selatan (Bani Kalb) yang sudah
ada sejak zaman sebelum islam makin meruncing.
4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani
Umayah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan istana sehingga
anak-anak khalifah tidak sanggu memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka
mewarisi kekuasaan.
5. Penyebab langsung tergulingnya
kekuasaan dinasti Bani Umayah adalah munculnya kekuatan yang di pelopori oleh
keturunan Al-Abbas ibn Abd Al-Muthalib.
3.
Jelaskan
pengaruh peradaban Daulah Umayyah II di Spanyol
Jawaban:
Diantara
khalifah-khalifah Umayyah II yang terkemuka diantaranya:
1. Abdurrahman ad Dakhil (755-788 M)
2. Al Hakam bin Hisyam (796-821 M)
3. Abdurrahman ibnul Hakam (821-852 M)
4. Muhammad bin Abdurrahman (852-886 M)
5. Abdullah bin Muhammad (889-912 M)
6.
Abdurrahman bin Muhammad (912-961 M)
Al Dakhil berhasil meletakan sendi
dasar yang kokoh bagi tegaknya Daulah bani Umayyah II di Spanyol. Pusat
kekuasan Umayyah di Spanyol dipusatkan di Cordova sebagai ibu kotanya. Al
Dâkhil berkuasa selama 32 tahun, dan selama masa kekuasaannya ia berhasil
mengatasi berbagai masalah dan ancaman, baik pemberontakan dari dalam maupun
serangan musuh dari luar. Ketangguhan al Dâkhil sangat disegani dan ditakuti,
karenanya ia dijuliki sebagai Rajawali Quraisy. Pada masa didirikannya
dinasti Umayyah II ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan
baik dibidang politik maupun bidang peradaban. Abd al-Rahman al-Dakhil
mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol.
Hisyam dikenal sebagai pembaharu
dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol.
Sedangkan Abd al-Rahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu.
Pemikiran filsafat juga mulai pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman
al-Ausath. Bani Umayyah II mencapai puncak kejayaannya pada masa al Nashir dan
kekuasaannya masih tetap dapat dipertahankan hingga masa kepemimpinan Hakam II
al Muntashir (350-366/961-976).
Pada periode ini umat Islam Spanyol
mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di
Baghdad. Abd al-Rahman al-Nasir mendirikan universitas Cordova.
Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan
Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu
Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di
kota-kota tertentu.
Kekuasaan Umayyah mulai menurun
setelah al Muntashiru wafat. Ia digantikan oleh putera mahkota Hisyam II yang
beru berusia 10 tahun. Hisyam II dinobatkan menjadi khalifah dengan gelar al
Mu’ayyad. Muhammad ibn Abi Abi Amir al Qahthani yang merupakan hakim Agung
pada masa al Muntashir berhasil mengambil alih seluruh kekuasaan dan menempatkan
khalifah dibawah pengaruhnya. ia memaklumkan dirinya sebagai al Malik al
Manshur Billah (366-393/976-1003) dan ia terkenal dalam sejarah dengan sebutan Hajib
al Manshur.
Kekuasaan Hakim Agung al Manshur
diteruskan oleh Abd al Malik ibn Muhammad yang bergelar al Malik al Mudhaffar
(393-399/1003-1009). Pada masa selanjutnya al Mudhaffar digantikan oleh Abd al
rahman ibn Muhammad yang bergelar al Malik al Nashir li Dinillah (399/1009) dan
sejak saat itu kestabilan politik Umayyah mulai merosot dengan terjadinya
berbegai kemelut di dalam negeri yang akhirnya meruntuhkan dinasti Umayyah.
Keruntuhan Bani Umyyah diawali
dengan pemecatan al Mu’ayyad sebagai khalifah oleh sejumlah pemuka-pemuka Bani
Umayyah. Kemudia para pemuka tersebut bersedia mengangkat al Nashir sebagai
khalifah. Akan tetapi pada kenyataanya dengan turunnya al Mu’ayyad perebutan
kursi khilafah menjadi tidak bias dihindari. Dalam tempo 22 tahun terjadi 14
kali pergantian khalifah, yang umumnya melalui kudeta, dan lima orang khalifah
diantaranya naik tahta dua kali. Daulah muawiyah akhirnya runtuh ketika
Khalifah Hisyam III ibn Muhammad III yang bergelar al Mu’tadhi
(418-422/1027-1031) disingkirkan oleh sekelompok angkatan bersenjata.
Masa
Kejayaan dan Hasil Peradaban
Pada masa Abdurrahman an-Nashir
inilah Bani Umayyah II mencapai puncak kejayaan dan masih dipertahankan di
bawah kepemimpinan Hakam II al-Mustansir (961-976 M).
Hasil
peradabannya adalah:
1. Perkembangan Ilmu pengetahuan
Diantara
cendekiawan yang muncul adalah Abu Bakar Muhammad ibn al-Syigh (dikenal ibn
Bajjah-sejarah filsafat), Abu Bakar ibn Thufail (kedokteran, astronomi,
filsafat), Abi al-Mutasya, Yahya ibn Yahya, Isa ibn Dinar, Syaikh Abu Musa
Hawari, Said ibn Hasan, Ibnu al-Ahmar (sejarawan), Ahmad ibn Nasair
(astronomi), ibnu Masarah (filusuf), Said dan Yahya ibn Isyak (dokter). Selain
membangun universitad Kordova, Abdurrahman al-Dakhil juga merintis berdirinya
Universitas Sevila dan Toledo. Universitas-universitas tersebut menjadi sumber
asli kebudayaan Arab, non-Arab, Islam, Kristen, dan Yahudi selama berabad-abad.
2.
Perkembangan
fisik (kebudayaan)
Ketika
al-Dakhil berkuasa, Kordova menjadi ibukota negara. Ia membangun kembali kota
ini dan memperindahnya, serta membangun benteng di sekeliling kota dan
istananya. Supaya kota ini mendapat air bersih. Peninggalan al-Dakhil yang
hingga kini masih tegak berdiri adalah Masjid Jami Kordova. Akan tetapi ketika
Kordova jatuh ke tangan Fernando II, masjid ini dijadikan gereja dengan nama
Santa Maria, tetapi di kalangan masyarakat Spanyol lebih populer dengan sebutan
La Mezquita, berasal dari bahasa Arab al-Masjid. Pembangunan yang
lain adalah pembangunan Jembatan sungai Gualdalquivir, Taman Munyal al-Rusafa,
gedung-gedung besar, masjid-masjid, air mancur, jembatan-jembatan,
istana-istana, dll.
3.
Perkembangan
Seni, Budaya, Bahasa dan Sastra Arab
Amar
ibn Ali Gaffar merupakan seorang penyair yang termasyhur di masa itu. Selain
itu, muncul juga Zaryab (Al Hasan ibn Nafi) sebagai pemain musik yang
terkenal juga.
4.
Jelaskan
guna sejarah menurut Anda
Jawaban:
Sejarah
dalam kehidupan memiliki banyak manfaat. Dengan adanya sejarah kita dapat
mengetahui banyak hal di masa lalu, kita juga dapat bercermin dari peristiwa
pada masa lalu dan menjadikannya sebuah pembelajaran apa yang telah terjadi di
masa lalu untuk masa yang akan datang. Sehingga kita dapat mengetahui
peristiwa-peristiwa yang bernilai baik atau buruk.
No comments:
Post a Comment