KEBIJAKAN
EKONOMI DALAM ISLAM
(MAKALAH
DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH : EKONOMI SYARIAH)
DOSEN: Dr. Amiruddin K, MEI
Disusun
oleh :
KELOMPOK 11
Ø
TRY SUTRIANI (90400114117)
Ø
MURSALIM (90400114099)
AKUNTANSI 2014
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dunia yang berkembang terus dengan jumlah penduduk yang semakin banyak menimbulkan
berbagai macam permasalahan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Termasuk dalam hal ini adalah masalah bagaimana cara manusia untuk dapat mencukupi
berbagai kebutuhan hidupnya sehari-hari. Masalah ini dapat dikategorikan
sebagai masalah-masalah
perekonomian.
Perkembangan ekonomi sangat terkait dengan kebijakan suatu pemerintahan, maka dalam prakteknya pada setiap masa pemerintahan sistem ekonomi ini memiliki wajah yang beragam. Adanya keragaman ini, kiranya
dapat menjadi pelajaran
berharga bagi setiap orde pemerintahan dalam perumusan
suatu kebijakan yang sedapat mungkin
bisa merujuk pada cita-cita mulia dari sistem ekonomi itu sendiri.
Dalam Islam dikenal dua macam kebijakan ekonomi yaitu,
kebijakan ekonomi fiskal dan kebijakan ekonomi moneter. Dalam sejarah kebijakan
ekonomi Islam banyak cendekiawan yang menyumbangkan pemikiran mengenai
cara-cara mengatasi permasalahan ekonomi. Salah satunya yang paling terkenal
adalah Ibnu Khaldun dengan teorinya konsep perpajakan.
Alasan suatu negara menerapkan konsep kebijakan ekonomi
Islam adalah untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya ekonomi yang ada
dan mengatasi masalah ekonomi antara
lain semakin meningkatnya angka pengangguran, menurunnya daya beli masyarakat,
menurunnya nilai investasi, dan sebagainya. Selain itu dalam melaksanakan
kebijakan ekonomi sangat diperlukan peran serta pemerintah supaya tidak terjadi
penyelewengan anggaran sehingga kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
B.
Rumusan
Masalah
- Bagaimana konsep dasar perekonomian Islam?
- Bagaimana kebijakan fiskal dalam Islam?
- Bagaimana kebijakan moneter Islam?
C.
Tujuan
Pembahasan
- Untuk mengetahui konsep dasar perekonomian Islam.
- Untuk mengetahui kebijakan fiskal dalam Islam.
- Untuk mengetahui kebijakan moneter dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar
Perekonomian Islam
Konsep dasar ekonomi
Islam berangkat dari pemahaman secara utuh
dan mendalam terhadap filsafat ekonomi
Islam. Karena implikasi
dari asas filsafat ini dapat dijadikan
sebagai kerangka konstruksi sosial dan tingkah
laku sistem, yaitu tentang organisasi kepemilikan, pembatasan tingkah laku individual
dan norma pelaku ekonomi. Nilai-nilai dasar sistem ekonomi Islam merupakan
implikasi dari asas filsafat ekonomi tauhid. Adapun nilai-nilai dasar daripada
sistem ekonomi Islam
adalah sebagai berikut:
Pertama, Nilai dasar kepemilikan. Kekhasan
konsep Islam mengenai kepemilikan ini terletak pada kenyataan bahwa dalam Islam, legitimasi
kepemilikan itu tergantung pada moral. Kepemilikan terletak pada memiliki kemanfaatannya dan bukan menguasainya secara mutlak atas sumber-sumber ekonomi karena kepemilikan harta secara absolut hanya ada pada Allah semata.
Sehingga seorang Muslim yang tidak memproduksi manfaat dari sumber-sumber
yang diamanatkan Allah padanya akan kehilangan hak atas sumber-sumber
tersebut, seperti yang berlaku terhadap
pemilikan lahan. Hadis
Nabi saw:
“Garaplah
tanah karena Allah dan Rasul, kemudian
itu akan menjadi hakmu. Barang siapa menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu
menjadi miliknya. Dan tidak berhak memilikinya orang yang sekedar
memagarinya dengan tembok setelah tiga tahun”.
Pemilikan terbatas
pada sepanjang umurnya
selama hidup di dunia dan bila ia mati, maka harta peninggalannya harus didistribusikan kepada ahli
warisnya menurut ketentuan Islam, setelah dilakukan kewajiban-kewajiban yang berkenaan dengan
si mayit (pemilik
harta).
Seperti dalam firman
Allah:
“Diwajibkan atas kamu, apabila
seseorang di antara
kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak untuk berwasiat kepada ibu bapaknya dan karib kerabat
secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”(al-Qur’an, 2:180.)
Tidak diperbolehkan kepemilikan secara perseorangan terhadap sumber- sumber yang menyangkut kepentingan umum dan sumber-sumber alam yang
menyangkut hajat hidup orang banyak. Sumber-sumber ini menjadi milik umum atau negara. Hadis Nabi saw:
“Semua orang Islam berserikat dalam tiga hal: dalam hal air, rumput,
api.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)=
Tiga macam barang ini
juga dapat dikiaskan kepada barang tambang dan
minyak bumi serta kebutuhan-kebutuhan pokok manusia pada waktu dan kondisi tertentu. Dalam kategori milik umum ini termasuk sumber-sumber air
minum, hutan, laut dan isinya,
serta udara dan ruang angkasa.
Kedua, Keseimbangan. Merupakan nilai dasar yang pengaruhnya terlihat pada
berbagai aspek tingkah
laku ekonomi muslim,
misalnya kesederhanaan (moderation), hemat (parsimony) dan menjauhi sifat pemborosan (extravagance).
Konsep kesederhanaan ini tidak hanya berupa timbangan kebajikan hasil dari usahanya yang diarahkan untuk dunia dan akhirat saja, tetapi juga berkaitan
dengan keseimbangan antara kepentingan kebebasan perseorangan dengan
kepentingan umum, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Seperti yang difirmankan Allah
berikut:
“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari
siksa api neraka”
Konsep nilai kesederhanaan berlaku dalam tingkah laku ekonomi
terutama dalam menjauhi sifat konsumtif. Menjauhi pemborosan berlaku tidak hanya untuk pembelanjaan yang diharamkan tetapi juga pembelanjaan dan
sedekah yang berlebihan. Apabila suatu waktu keseimbangan ini terganggu dan terjadi ketimpangan–ketimpangan sosial ekonomi dalam kehidupan
masyarakat, maka haruslah
ada tindakan-tindakan untuk mengembalikan ke keseimbangan semula.
Berbagai ujian di dunia ini, seperti kelaparan,
kemiskinan, sempitnya lapangan
pekerjaan dan lain-lain, mengakibatkan keseimbangan terganggu,
kestabilan dan keamanan
pun terganggu. Dalam keadaan
demikian Islam telah menggariskan suatu aturan untuk mengadakan distribusi kekayaan dengan
mengambil dari yang kaya dan menyalurkan kepada yang miskin dengan
pembagian zakat, sedekah, hibah dan waris. Kemungkinan tindakan lain
misalnya nasionalisasi industri atau kegiatan ekonomi lain yang dapat
mengimplikasikan nilai dasar keseimbangan.
Ketiga, Keadilan
Sosial. Al-Qur’an merujuk
pada konsep keadilan
yang merupakan istilah ketiga di antara istilah-istilah yang paling sering digunakan
setelah “Allah” dan “Ilmu Pengetahuan”. Boleh jadi keadilan dianggap sebagai
konsep yang lebih luas dimana keadilan sosial memperoleh kedudukan
utama. Dalam kenyataannya, banyak penulis kontemporer menegaskan bahwa
keseluruhan infrastruktur hukum di dalam Islam di dasarkan pada keadilan
sosial.
Konsep keadilan sosial,
sebagaimana yang sering
dibahas oleh pemikir-
pemikir kontemporer itu bersifat multidimensional. Kedilan berkaitan dengan dan berintikan kebenaran (al-haq); persamaan di hadapan hukum,
dijaminnya persamaan di dalam pendidikan
yang merupakan tanggungjawab negara; dilaksanakannya pajak kekayaan untuk penyediaan kebutuhan dasar bagi mereka
yang tidak beruntung dalam rangka mengurangi kesenjangan ekonomi. Keadilan berarti pula kebijaksanaan dalam mengalokasikan sejumlah
hasil tertentu dari kegiatan ekonomi bagi mereka yang tidak mampu memasuki pasar atau tidak
sanggup membelinya menurut kekuatan pasar, yaitu kebijaksanaan melalui zakat, infaq dan sedekah.
Demikianlah nilai-nilai dasar dari sistem ekonomi dalam perspektif Islam yaitu kebebasan
terbatas terhadap kepemilikan harta dan sumber-sumber kekayaan, nilai keseimbangan dan nilai keadilan yang merupakan kebulatan nilai yang tidak bisa dipisahkan. Pangkal tolak nilai dasar ini, kemudian melahirkan nilai-nilai instrumen
yang terealisasi dalam pelarangan riba, diperintahkannya
zakat, sedekah dan infaq.
B.
Kebijakan
Fiskal dalam Islam
Kebijakan fiskal dalam Islam
bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang didasarkan pada keseimbangan
distribusi kekayaan dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual
secara seimbang. Kebijakan fiskal lebih banyak peranannya dalam ekonomi Islam
dibanding dengan ekonomi konvensional. Hal ini disebabkan antara lain sebagai
berikut:
a.
Peranan moneter relatif lebih terbatas dalam ekonomi
Islam dibanding dalam ekonomi konvensioanal yang tidak bebas bunga.
b.
Dalam ekonomi Islam, pemerintah harus memungut zakat
dari setiap muslim yang memiliki kekayaan melebihi jumlah tertentu (nisab) dan
digunakan untuk tujuan-tujuan sebagaimana tercantum dalam QS Al-Taubah: 60.
c.
Ada perbedaaan substansial antara ekonomi Islam dan non-Islam
dalam peranan pengelolaan utang publik. Hal ini karena utang dalam Islam adalah
bebas bunga, sebagian besar pengeluaran pemerintah dibiayai dari pajak atau
berdasarkan atas bagi hasil. Dengan demikian, ukuran utang publik jauh lebih
sedikit dalam ekonomi Islam dibanding ekonomi konvensioanal (Istanto, 2013: 1).
Menurut Metwally, setidaknya ada 3
tujuan yang hendak dicapai kebijakan fiskal dalam ekonomi islam:
a.
Islam mendirikan tingkat kesetaraan ekonomi dan
demokrasi yang lebih tinggi, ada prinsip bahwa “ kekayaan seharusnya tidak
boleh hanya beredar di antara orang-orang kaya saja. “ Prinsip ini menegaskan
bahwa setiap anggota masyarakat seharusnya dapat memperoleh akses yang sama
terhadap kekayaan melalui kerja keras dan usaha yang jujur.
b.
Islam melarang pembayaran bunga dalam berbagai bentuk
pinjaman. Hal ini berarti bahwa ekonomi Islam tidak dapat memanipulasi tingkat
suku bunga untuk mencapai keseimbangan (equiblirium) dalam pasar uang (yaitu
anatara penawaran dan permintaan terhadap uang). Dengan demikian, pemerintahan
harus menemukan alat alternatif untuk mencapai equilibrium ini.
c.
Ekonomi Islam mempunyai komitmen untuk membantu ekonomi
masyarakat yang kurang berkembang dan untuk menyebarkan pesan dan ajaran Islam
seluas mungkin. Oleh karena itu, sebagaian dari pengeluaran pemerintah
seharusnya digunakan untuk berbagai aktivitas yang mempromosikan Islam dan
meningkatkan kesejahtaraan muslim di negara-negara yang kurang berkembang
(Istanto, 2013: 1).
Jika melihat praktek kebijakan
fiskal yang pernah diterapakn oleh Rasulullahndan Khulafaurrasyidin, maka
kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam dapat dibagi dalam 3 hal, yaitu:
- Kebijakan pemasukan dari kaum Muslimin, yaitu:
1)
Zakat, yaitu salah satu dari dasar
ketetapan Islam yang menjadi sumber utama pendapatan di dalam suatu
pemerintahan Islam pada periode klasik.
2)
Ushr, yaitu bea impor yang dikenakan
kepada semua pedagang dimana pembayarannya hanya sekali dalam satu tahun dan
hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Yang menarik
dari kebijakan Rasulullah adalah dengan menghapuskan semua bea impor dengan
tujuan agar perdagangan lancar dan arus ekonomi dalam perdangan cepat mengalir
sehingga perekonomian di negara yang beliau pimpin menjadi lancar. Beliau
mengatakan bahwa barang-barang milik utusan dibebaskan dari bea impor di
wilayah muslim, bila sebelumya telah terjadi tukar menukar barang.
3)
Wakaf adalah harta benda yang didedikasikan kepada umat
Islam yang disebabkan karena Allah SWT dan pendapatannya akan didepositokan di
baitul maal.
4)
Amwal Fadhla berasal dari harta
benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari
barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya.
5)
Nawaib yaitu pajak yang jumlahnya
cukup besar yang dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya dalam rangka
menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada
masa perang tabuk.
6)
Khumus adalah harta karun/temuan.
Khumus sudah berlaku pada periode sebelum Islam.
7)
Kafarat adalah denda atas kesalahan
yang dilakukan seorang muslim pada acara keagamaan seperti berburu di musim
haji. Kafarat juga biasa terjadi pada orang-orang muslim yang tidak sanggup
melaksanakan kewajiban seperti seorang yang sedang hamil dan tidak memungkin
jika melaksanakan puasa maka dikenai kafarat sebagai penggantinya (Sirojuddin,
2013: 1).
- Kebijakan pemasukan dari kaum non muslim, yaitu:
1)
Jizyah (tribute capitis/ pajak
kekayaan) adalah pajak yang dibayarkan oleh orang non muslim khususnya ahli
kitab sebagai jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, bebas dari
nilai-nilai dan tidak wajib militer.
2)
Kharaj (tribute soil/pajak, upeti
atas tanah) adalah pajak tanah yang dipungut dari kaum nonmuslim ketika khaibar
ditaklukkan. Tanahnya diambil alih oleh orang muslim dan pemilik lamanya
menawarkan untuk mengolah tanah tersebut sebagai pengganti sewa tanah dan
bersedia memberikan sebagian hasil produksi kepada negara. Prosedur yang sama
juga diterapkan di daerah lain. Kharaj ini menjadi sumber pendapatan yang
penting.
3)
‘Ushr adalah bea impor yang
dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya
berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham (Sirojuddin, 2013:
1).
- Kebijakan Pengeluaran
Kebijakan Pengeluaran pendapatan
negara didistrubusikan langsung kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Di
antara golongan yang berhak menerima pendapatan (distribusi pendapatan) adalah
berdasarkan atas kreteria langsung dari Allah S.W.T yang tergambar di dalam
al-Qur’an QS. At-Taubah Ayat 90:
Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat,
para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Biajaksana. (QS. 9:60)
Orang-orang yang
berhak menerima harta zakat ini terkenal dengan sebutan delapan ashnaf. Delapan
asnab ini langsung mendapat rekomendasi dari Allah S.W.T sehingga tidak ada
yang bisa membatahnya. Ini artinya kreteria dalam al-Qur;an terhadap
orang-orang yang berhak mendapatkan atas kekayaan negara lebih rinci
dibandingkan dengan kreteria yang tetapkan oleh pemerintah kita yang secara
umum di-inklud-kan kepada orang-orang miskin saja (Sirojuddin, 2013: 1).
C.
Kebijakan
Moneter dalam Islam
Kebijakan moneter yang
diformulasikan dalam sebuah perekonomian Islam adalah menggunakan cadangan uang
dan bukan suku bunga, bank sentral harus menggunakan kebijakan moneter untuk
menghasilkan suatu pertumbuhan dalam sirkulasi uang yang mencukupi untuk untuk
membiayai pertumbuhan potensial dalam output dalam periode menengah dan panjang
dalam kerangka harga yang stabil dan sasaran sosio ekonomi lainnya. Tujuannya
untuk menjamin ekspansi moneter yang pas, tidak terlalu lambat tetapi tidak
terlalu cepat, tetapi mampu menghasilkan kesejahteraan yang merata bagi
masyarakat.
a. Mazhab pertama (iqtishaduna)
Pada awal Islam dapat dikatakan bahwa tidak diperlukan suatu kebijakan moneter
dikarenakan hampir tidak adanya sistem perbankan dan minimnya penggunaan uang,
jadi tidak ada alasan yang memadai untuk uang hanya dipertukarkan dengan
sesuatu yang benar- benar memberikan nilai tambah bagi perekonomian. Transaksi
seperti judi, riba dilarang dalam Islam sehingga keseimbangan seperti arus uang
dan barang / jasa dapat dipertahankan. Jika diperhatikan, maka tampak bahwa
perputaran uang dalam periode tertentu sama dengan nilai barang dan jasa yang
diproduksi pada rentang waktu yang sama.
Menurut mazhab Iqtishaduna, instrument yang digunakan adalah berhubungan dengan
konsumsi, tabungan dan investasi, serta perdagangan telah menciptakan instrumen
otomatis untuk pelaksanaan kebijakan moneter. Pada satu sisi sistem ini
menjamin keseimbangan uanng dan barang/ jasa dan pasa sisi lainnya mencegah
penggunaan tabungan untuk tujuan selain menciptakan kesejahteraan yang lebih
nyata masyarakat.
b. Mazhab kedua (Mainstream)
Tujuan kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah adalah maksimisasi
sumber daya (resources) untuk kegiatan perekonomian produktif. al-
Quran melarang praktek penumpukan (Money hoarding) karena membuat uang
tersebut tidak memberikan manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Kekayaan yang menumpuk tersebut akan menjadikan sumber dana yang
sebenarnya produktif menjadi tidak produktif. Oleh karena itu, mazhab ini
merancang sebuah instrument kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi
kecilnya permintaan uang agar dapat dialokasikan pada peningkatan produktifitas,
perekonomian secara keseluruhan.
c. Mazhab ketiga (Alternatif)
Mazhab ini sangat banyak dipengaruhi oleh pemikir- pemikir ilmiah Dr. M.A.
Choudhury. Sistem kebijakan moneter yang dianjurkan oleh mazhab ini adalah
berdasarkan musyawarah sebelumnya dengan otoritas sektor riil. Jadi, keputusan-
keputusan kebijakan moneter yang kemudian dituangkan dalam bentuk instrumen
moneter biasanya adalah harmonisasi dengan kebijakan- kebijakan disektor riil.
Menurut pemikiran yang ada pada mazhab ini, kebijakan moneter itu adalah
repeated gamer in the game theory dimana bentuk kurva penawaran dan permintaan
uang adlah seperti tambang yang melilit dan berlslope positif sebagai akibat
dari know leadge induced process dan information sharing yang amat baik.
2.4 Tujuan
Kebijakan Ekonomi
Dalam bukunya
“Ekonomi Islam, Telah Analitik
Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi
Islam“, Dr Monzer Kahf menyatakan beberapa tujuan kebijakan ekonomi yang cukup
penting yang perlu diperhatikan. Diantara beberapa tujuan tersebut adalah adanya upaya untuk memaksimalkan tingkat
sumber-sumber daya ekonomi
yang ada yang merupakan tujuan utama dari pembangunan. Yang dimaksud dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada adalah seluruh sumber daya yang ada di dalam suatu negara, baik itu yang berupa sumber daya alam ataupun sumber daya manusia dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan. Pembangunan
wajib dilaksanakan oleh pemerintah,
dikarenakan ada tiga tujuan utama yang harus dicapai,
yaitu pemerintah
dituntut untuk menjamin standar
hidup yang minimum bagi para warga negaranya. Kedua, pemerintah
yang ada diwajibkan untuk mempergunakan berbagai sumber daya yang ada dan diperolehnya untuk mempercerdas masyarakatnya, dan yang terakhir
adalah pemerintah
wajib membangun negara dan masyarakat yang kuat agar negaranya mampu bersaing di
dalam dunia internasional. Selain itu, tujuan daripada pembangunan adalah untuk meminimisasi kesenjangan yang ada di dalam suatu negara, agar masyarakat yang hidup
di dalam negara tersebut
tidak hidup dalam kesenjangan ekonomi yang sedemikian besar.
Dalam rangka mewujudkan kebijakan ekonomi seperti itulah, diperlukan berbagai alat- alat kebijakan
ekonomi, dan alat itu diantaranya adalah kebijakan fiskal, yang berintikan
pada beberapa hal yang utama, yaitu pajak dan konsep keuangan publik.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Kebijakan fiskal adalah kebijakan
yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui
pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.Kebijakan fiskal dapat
dibedakan kepada dua golongan : penstabil otomatik dan kebijakan fiskal
diskresioner. Jika dilihat dari perbandingan jumlah penerimaan dengan jumlah
pengeluaran, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu
:Kebijakan Anggaran Seimbang, Kebijakan Anggaran Defisit, Kebijakan Anggaran
Surplus, Kebijakan Anggaran Dinamis.
Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk
mencegah pengangguran dan menstabilkan harga, implementasinya untuk menggerakkan
pos penerimaan dan pengeluaran dalam anggran pendapatan dan Belanja Negara
(APBN).
Pengaruh
kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang
berurutan, yaitu : bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu
APBN dan bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
Kebijakan fiskal dalam Islam bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang didasarkan pada keseimbangan distribusi kekayaan dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual secara seimbang. Kebijakan fiskal lebih banyak peranannya dalam ekonomi Islam dibanding dengan ekonomi konvensional
Kebijakan fiskal dalam Islam bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang didasarkan pada keseimbangan distribusi kekayaan dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual secara seimbang. Kebijakan fiskal lebih banyak peranannya dalam ekonomi Islam dibanding dengan ekonomi konvensional
Kebijakan moneter merupakan
kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan
jumlah uang beredar. Jumlah uang yang beredar dalam analisis ekonomi makro,
mempunyai pengaruh penting terhadap tingkat output perekonomian, juga terhadap
stabilitas harga- harga, jika uang yang beredar terlalu tinggi tanpa disertai
dengan kegiatan produksi yang seimbang akan berakibat kenaikan harga
barang dan jasa atau yang dikenal dengan inflasi.
Kestabilan makroekonomi merupakan hasil dari sebuah upaya yang konsisten dan
integral yang dilakukan oleh Bank Indonesia bersama pemerintah melalui
kebijakan moneter, perbankan, dan fiskal. Kebijakan moneter dilakukan oleh Bank
Indonesia adalah untuk mengendalikan laju inflasi dan membantu kestabilan nilai
tukar karena stabilitas harga merupakan prasyarat bagi pemulihan dan
kelancaran roda perekonomian.
Adapun kebijakan moneter dalam perekonomian modern dilakukan dengan berbagai
instrumen yaitu:
1. Instrumen
Moneter Konvensional
Bank sentral dalam melakukan implementasi kebijakannya mempunyai empat macam
instrumen utama yaitu:
- Operasi pasar terbuka (Open Market Operation) atau OMO
Operasi pasar terbuka
adalah pembelian dan penjualan sekuritas pemerintah (government securities) yang
dilakukan oleh bank sentral. Sekuritas tersebut biasanya berbentuk obligasi.
- Tingkat diskonto (Discount Rate) atau fasilitas diskonto
Instrumen kebijakan moneter ini berkaitan dengan fasilitas yang dimiliki
oleh bank- bank untuk meminjam uang secara langsung kepada bank sentral.
- Ketentuan cadangan minimum (Reserve Requirement)
Industri perbankan
adalah salah satu industri yang paling banyak diatur oleh undang- undang. Salah
satu bentuk pengaturan tersebut adalah ketentuan cadangan minimum atau RR yang
biasanya ditetapkan berdasarkan undang- undang perbankan yang disahkan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat. Kebijakan cadangan minimum adalah kebijakan bank
sentral untuk menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara
menaikkan atau menurunkan cadangan minimum yang harus dipenuhi oleh bank umum,
dalam mengedarkan atau memberikan kredit kepada masyarakat.
- Himbauan Moral (Moral Suasion)
Bank sentral dapat menggunakan himbauan moral untuk mendorong institusi
finansial agar cenderung berpihak kepada kepentingan publik.
2. Instrumen
Moneter Islam
Pada instrumen moneter Islam ada beberapa pandangan diantaranya:
- Mazhab pertama (Iqtisaduna)
Pada awal Islam
dapat dikatakan bahwa tidak diperlukan suatu kebijakan moneter dikarenakan
hampir tidak adanya sistem perbankan dan minimnya penggunaan uang, jadi tidak
ada alasan yang memadai untuk uang hanya dipertukarkan dengan sesuatu yang
benar- benar memberikan nilai tambah bagi perekonomian.
- Mazhab kedua (Mainstream)
Tujuan kebijakan moneter
yang dilakukan pemerintah adalah maksimisasi sumber daya (resources) untuk
kegiatan perekonomian produktif. al- Quran melarang praktek penumpukan (Money
hoarding) karena membuat uang tersebut tidak memberikan manfaat terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
- Mazhab ketiga (Alternatif)
Menurut pemikiran yang
ada pada mazhab ini, kebijakan moneter itu adalah repeated gamer in the game
theory dimana bentuk kurva penawaran dan permintaan uang adlah seperti tambang
yang melilit dan berlslope positif sebagai akibat dari know leadge induced
process dan information sharing yang amat baik
DAFTAR PUSTAKA
Hafizah, Yulia. 2005, Kebijakan Ekonomi Indonesia Ditinjau Dari
Konsep Dasar Ekonomi Islam, http://islamicvillage.net/stit/library/modul/,
diakses 4 Desember 2015.
Muksinin, Ladlul. 2015. Kebijakan Fiskal dalam Islam. http://pustakamediasyariah.blogspot.co.id/2015/05/makalah-pes-kebijakan-fiskal-dalam-islam.html#.VnbEar82WGs,
diakses 5 Desember 2015.
Manaf, Rosdiana. Dkk. 2011. Kebijakan Moneter dalam Islam. http://journeyofarose88.blogspot.co.id/2011/07/kebijakan-moneter-menurut-islam.html,
diakses 7 Desember 2015.